BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Atrial Septal Defect adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat
yang memisahkan atrium kanan dan atrium kiri. Kelainan jantung bawaan yang
memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat
atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui
sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus
venousus di dekat muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya
menutup spontan setelah kelahiran, defek septum sekundum yaitu kegagalan
pembentukan septum sekundum dan defek septum primum adalah kegagalan penutupan
septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik atau pada bantalan
endokard.
ASD(Atrial Septal Defect)
merupakan kelainan jantung bawaan tersering setelah VSD (ventrikular septal defect). Dalam
keadaan normal, pada peredaran darah janin terdapat suatu lubang diantara
atrium kiri dan kanan sehingga darah tidak perlu melewati paru-paru. Pada saat
bayi lahir, lubang ini biasanya menutup. Jika lubang ini tetap terbuka, darah
terus mengalir dari atrium kiri ke atrium kanan (shunt). Maka darah bersih dan darah kotor bercampur.
Sebagian besar penderita ASD tidak menampakkan gejala (asimptomatik) pada
masa kecilnya, kecuali pada ASD besar yang dapat menyebabkan kondisi gagal
jantung di tahun pertama kehidupan pada sekitar 5% penderita. Kejadian gagal
jantung meningkat pada dekade ke-4 dan ke-5, dengan disertai adanya gangguan
aktivitas listrik jantung (aritmia).
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan
ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
Di antara berbagai kelainan bawaan (congenital anomaly) yang
ada, penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan yang sering ditemukan. Di
amerika serikat, insidens penyakit jantung bawaan sekitar 8 – 10 dari 1000
kelahiran hidup, dengan sepertiga di antaranya bermanifestasi sebagai kondisi
kritis pada tahun pertama kehidupan dan 50% dari kegawatan pada bulan pertama
kehidupan berakhir dengan kematian penderita. Di indonesia, dengan populasi
lebih dari 200 juta penduduk dan angka kelahiran hidup 2%, diperkirakan
terdapat sekitar 30.000 penderita (www.google//http.inside rate of atrium
septal defect.com)
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering
dijumpai, yaitu 33% dari seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003).
Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB
dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai
bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar. VSD, bersama
dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai sindroma
Eisenmenger.
Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan
penutupan sekat intraventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu
pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak sempurna belum diketahui.
Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum ventrikel
adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan pada mereka yang berat badan
lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature
hidup (Fyler, 1996).
Berdasar data diatas maka penulis makalah tentang Ventrikel
Septal Devect dan asuhan keperawatannya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah itu Penyakit ASD (Atrial Septal Defect) ?
2. Bagaimana Asuhan Keperawatan
ASD (Atrial Septal Defect) ?
3. Apakah itu Penyakit VSD
(Ventricular Septal Defect) ?
4.
Bagaimana Konsep
Asuhan Keperawatan VSD (Ventricular Septal Defect) ?
C.
Tujuan
1. Untuk mengetahui Penyakit ASD (Atrial Septal Defect)
2. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
ASD (Atrial Septal Defect)
3. Untuk mengetahui Penyakit VSD
(Ventricular Septal Defect)
4.
Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan VSD
(Ventricular Septal Defect)
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Penyakit ASD (Atrial Septal
Defect)
1.
Pengertian ASD
(Atrial Septal Defect)
ASD adalah penyakit jantung bawaan berupa lubang (defek) pada septum
interatrial (sekat antar serambi) yang terjadi karena kegagalan fungsi septum
interatrial semasa janin.
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium
kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di
septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang
lebih ringan dibanding VSD.
ASD
menunjukkan terdapatnya (lubang) abnormal antara atrium kanan dan atrium kiri
yang tidak ditutup oleh katup. Berdasarkan letak defek dikenal defek sinus
venosus, defek ostium sekundum, dan defek ostium primum. Atrium septal defect
merupakan adanya hubungan ( lubang ) abnormal pada sekat yang memerlukan
pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat atrium. Defek sekat atrium adalah
hubungan langsung antara serambi jantung kanan dan kiri melalui sekatnya karena
kegagalan pembekuan sekat. Defek ini dapat berupa defek sinus venosus di dekat
muara vena kava superior, foramen ovale terbuka pada umumnya menutup spontan
setelah kelahiran, defek septum sekunder yaitu kegagalan pembentukan septum
sekunder dan efek septum primum adalah kegagalan penutupan septum primum yang
letaknya dekat sekat antara bilik atau pada bantalan endokard. Macam-macam
defek sekat ini harus ditutupi dengan tindakan bedah sebelum terjadinya
pembalikan aliran darah melalui pintasan ini dari kanan ke kiri sebagai
tindakan timbulnya syndrome Eisemenger. Bila sudah terjadi pembalikan aliran
darah, maka pembedahan dikontraidikasikan. Tindakan bedah berupa penutupan
dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau dengan menambah defek
dengan sepotong dakron.
Kelainan
jantung bawaan yang memerlukan pembedahan jantung terbuka adalah defek sekat
atrium. Defek sekat atrium adalah hubungan langsung antara serambi jantung
kanan dan kiri melalui sekatnya karena kegagalan pembentukan sekat. Defek ini
dapat berupa defek sinus venousus di dekat muara vena kava superior, foramen
ovale terbuka pada umumnya menutup spontan setelah kelahiran, defek septum
sekundum yaitu kegagalan pembentukan septum sekundum dan defek septum primum
adalah kegagalan penutupan septum primum yang letaknya dekat sekat antar bilik
atau pada bantalan endokard. Macam-macam defek sekat ini harus ditutup dengan
tindakan bedah sebelum terjadinya pembalikan aliran darah melalui pintasan ini
dari kanan ke kiri sebagai tanda timbulnya sindrome Eisenmenger. Bila sudah
terjadi pembalikan aliran darah, maka pembedahan dikontraindikasikan. Tindakan
bedah berupa penutupan dengan menjahit langsung dengan jahitan jelujur atau
dengan menambal defek dengan sepotong dakron.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis.
2. Klasifikasi ASD (Atrial Septal Defect)
Berdasarkan lokasi lubang,
diklasifikasikan dalam 3 tipe, yaitu :
a.
Ostium Primum
(ASD 1), letak lubang di bagian bawah septum,mungkin disertai kelainankatup
mitral.
b.
Ostium Secundum
(ASD 2), letak lubang di tengah septum.
c.
Sinus Venosus
Defek, lubang berada diantara Vena Cava Superior dan Atrium Kanan.
3. Etiologi
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD.
Faktor-faktor tersebut
diantaranya yaitu:
a.
Faktor
Prenatal.
1)
Ibu menderita
infeksi Rubella
2)
Ibu alkoholisme
3)
Umur ibu lebih
dari 40 tahun
4)
Ibu menderita
IDDM
5)
Ibu meminum
obat-obatan penenang atau jamu
b.
Faktor genetic
1)
Anak yang lahir
sebelumnya menderita PJB
2)
Ayah atau ibu
menderita PJB
3)
Kelainan
kromosom misalnya Sindroma Down
4)
Lahir dengan
kelainan bawaan lain
4. Patofisiologi
Pada kasus
Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya.
Aliran yang melaluidefek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan
complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel
kanan menjadi lebih besar daripada ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan
dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran
atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika complain
ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri
kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi
akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat.
Pada
kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang mengandung
oksigendari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak sebaliknya.
Aliran yang melaluidefek tersebut merupakan suatu proses akibat ukuran dan
complain dari atrium tersebut.Normalnya setelah bayi lahir complain ventrikel
kanan menjadi lebih besar daripada ventrikelkiri yang menyebabkan ketebalan
dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibatvolume serta ukuran
atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat.
Jika
complain ventrikel kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt
dari kiri kekanan biasa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa
terjadi akibat penyakit vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt
pun bisa berubah menjadi dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik
banyak mengandung darah yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan
sianosis.
Apabila lubang ASD besar, aliran pirau dari kiri ke kanan
yang terjadi secara terus menerus danberlangsung lama dapat menyebabkan beban
volume pada jantung kanan, mengakibatkanterjadinya dilatasi atrium dan ventrikel kanan. Anulus katup
trikuspid dan arteri pulmonerbeserta annulus katupnya akan melebar, mengakibatkan
regurgitasi trikuspid dan
pulmunonal,kadang disertai penebalan ringan daun katup.Dilatasi yang terjadi
pada ventrikel kanan akan mendorong septum ventrikel kearah ventrikel kiridan
menyebabkan fungsinya terganggu. Deformitas ventrikel kiri juga dapat mengakibatkanprolaps katup mitral yang terkadang
disertai regurgitasi.Kelebihan volume yang berlangsung lama ke sirkulasi
pulmoner akan berakibat dilatasi jaringanvaskular pulmoner. Secara mikroskopis
akan terlihat penebalan pada bagian medial muskulardari arteri dan vena pulmoner, terjadi juga muskulerisasi dari arteriol. Pada beberapa kasus,ASD akan berkembang menjadi hipertensi pulmoner berat dan
penyakit vaskular pulmoneryang irreversibel.
5. Pathway
Ø Gangguan
pertumbuhan dan perkembangan
|
Ø BB rendah,
tumbang lambat
|
Ø Ketidakadekuatan
O2 dan nutrisi ke jaringan
|
Ø Kerusakan
pertukaran gas
|
Ø Penurunan
curah jantung
|
Ø TD menurun
|
Ø Edema paru
|
Ø Preload
menurun
|
Ø Intoleransi
aktivitas
|
Ø Heart rate
meningkat
|
Ø Kelemahan
|
Ø Hipoksia
jaringan
|
Ø Akral dingin
|
Ø Curah jantung
menurun
|
Ø Peningkatan
aliran darah pulmonal
|
Ø Vol ventrikel
dextra
|
Ø Vol atrium
dextra
|
Ø Vol ventrikel
sinistra
|
Ø Terjadi
aliran yang tinggi dari atrium sinistra ke atrium dexra
|
Ø Tekanan
atrium dextra > sinistra
|
Ø Defek antra
atrium dextra dan sinistra
|
Ø Perkembangan
atrium yang abnormal
|
Ø Mempengaruhi
perkembangan bayi/janin
|
Ø Faktor
genetik, faktor selama hidup ibu, infeksi tertentu (rubella)
|
6.
Manifestasi Klinis
Penderita ASD sebagian besar menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
a.
Detak jantung
berdebar-debar (palpitasi)
b.
Tidak memiliki
nafsu makan yang baik
c.
Sering
mengalami infeksi saluran pernafasan
d.
Berat badan
yang sulit bertambah
Gejala lain yang menyertai keadaan ini adalah :
a.
Sianosis pada
kulit di sekitar mulut atau bibir dan lidah
b.
Cepat lelah dan
berkurangnya tingkat aktivitas
c.
Demam yang tak
dapat dijelaskan penyebabnya
d.
Respon tehadap
nyeri atau rasa sakit yang meningkat
7.
Komplikasi
a.
Gagal Jantung
b.
Penyakit
pembuluh darah paru
c.
Endokarditis
d.
Aritmia
8.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan
diagnostik yang sering dilakukan pada penderita ASD adalah:
a.
Foto toraks
Pada penderita ASD dengan pirau yang bermakna, foto toraks AP menunjukkan
atrium kanan yang menonjol dan dengan konus pulmonalis yang menonjol. Jantung
hanya sedikit membesar dan vaskularisasi paru yang bertambah sesuai dengan
besarnya pirau.
b.
Elektrokardiografi
Menunjukkan aksis ke kanan akibat defek ostium primum, blok bundle kanan, hipertrofi ventrikel kanan, interval PR memanjang,
aksis gelombang P abnormal.
c.
Ekokardiografi
Ø Dengan mengunakan ekokardiografi trastorakal (ETT) dan Doppler berwarna
dapat ditentukan lokasi defek septum, arah pirau, ukuran atrium dan ventrikel
kanan, keterlibatan katub mitral misalnya proplaps yang memang sering terjadi
pada ASD.
Ø Ekokardiografi transesofageal (ETE) dapat dilakukan pengukuran besar defek
secara presisi sehingga dapat membantu dalam tindakan penutupan ASD perkutan,
juga kelaina yang menyertai.
d.
Katerisasi
jantung
Pemeriksaan ini digunakan untuk :
Ø Melihat adanya peningkatan saturasi oksigen di atrium kanan
Ø Mengukur rasio besarnya aliran pulmonal dan sistemik
Ø Menetapkan tekanan dan resistensi arteri pulmonal
Ø Evaluasi anomaly aliran vena pulmonalis
9. Penatalaksanaan
a. Pembedahan
Untuk tujuan praktis, penderita dengan defek sekat atrium dirujuk ke ahli
bedah untuk penutupan bila diagnosis pasti. Berdalih tentang pembedahan jantung
yang didasarkan pada ukuran shunt menempatkan lebih pada kepercayaan terhadap
data dari pada alasan yang diberikan. Dengan terbuktinya defek sekat atrium
dengan shunt dari kiri ke kanan pada anak yang umurnya lebih dari 3 tahun,
penutupan adalah beralasan. Agar terdeteksi, shunt dari kiri ke kanan harus
memungkinkan rasio QP/QS sekurang-kurangnya 1,5 : 1 ; karenanya mencatat adanya
shunt merupakan bukti cukup untuk maju terus. Dalam tahun pertama atau kedua,
ada beberapa manfaat menunda sampai pasti bahwa defek tidak akan menutup secara
spontan. Sesudah umur 3 tahun, penundaan lebih lanjut jarang dibenarkan.
Indikasi utama penutupan defek sekat atrium adalah mencegah penyakit vascular
pulmonal abstruktif. Pencegahan masalah irama di kemudian hari dan terjadinya
gagal jantung kongesif nantinya mungkin jadi dipertimbangkan, tetapi sebenarnya
defek dapat ditutup kemudian jika masalah ini terjadi. Sekarang resiko
pembedahan jantung untuk defek sekat atrium varietas sekundum benar-benar nol.
Dari 430 penderita yang dioperasi di Rumah Sakit Anak Boston, tidak ada
mortalitas kecuali untuk satu bayi kecil yang amat sakit yang mengalami
pengikatan duktus arteriosus paten. Kemungkinan penutupan tidak sempurna pada
pembedahan jarang. Komplikasi kemudian sesudah pembedahan jarang dan terutama adalah
masalah dengan irama atrium. Berlawanan dengan pengalaman ini adalah masalah
obstruksi vaskular pulmonal yang sangat menghancurkan pada 5–10 persen
penderita, yang menderita penyakit ini. Penyakit vaskular pulmonal obstruktif
hampir selalu mematikan dalam beberapa tahun dan dengan sendirinya cukup alasan
untuk mempertimbangkan perbaikan bedah semua defek sekat atrium.
b. Penutupan Defek Sekat Atrium dengan kateter.
Alat payung ganda yang dimasukan dengan kateter jantung sekarang digunakan
untuk menutup banyak defek sekat atrium. Defek yang lebih kecil dan terletak
lebih sentral terutama cocok untuk pendekatan ini. Kesukaran yang nyata yaitu
dekatnya katup atrioventrikular dan bangunan lain, seperti orifisium vena kava,
adalah nyata dan hingga sekarang, sistem untuk memasukkan alat cukup besar
menutup defek yang besar tidak tersedia. Keinginan untuk menghindari pemotongan
intratorak dan membuka jantung jelas. Langkah yang paling penting pada
penutupan defek sekat atrium transkateter adalah penilaian yang tepat mengenai
jumlah, ukuran dan lokasi defek. Defek yang lebih besar dari pada diameter 25
mm, defek multipel termasuk defek di luar fosa ovalis, defek sinus venosus yang
meluas ke dalam vena kava, dan defek dengan tepi jaringan kurang dari 3-6 mm
dari katup trikuspidal atau vena pulmonalis kanan dihindari.
Untuk penderita dengan defek yang letaknya sesuai, ukuran ditentukan dengan
menggembungkan balon dan mengukur diameter yang direntangkan. Payung dipilih
yang 80% lebih besar daripada diameter terentang dari defek. Lengan distal
payung dibuka pada atrium kiri dan ditarik perlahan-lahan tetapi dengan kuat
melengkungkan sekat ke arah kanan. Kemudian, lengan sisi kanan dibuka dan
payung didorong ke posisi netral. Lokasi yang tepat dikonfirmasikan dan payung dilepaskan.
Penderita dimonitor semalam, besoknya pulang dan dirumat dengan profilaksi
antibiotik selama 6-9 bulan. Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani
tindakan penutupan pada defek tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara
spontan, dan bila tidak ditutup akan menimbulkan berbagai penyulit di masa
dewasa. Namun kapan terapi dan tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada
besar kecilnya aliran darah (pirau) dan ada tidaknya gagal jantung kongestif,
peningkatan tekanan pembuluh darah paru (hipertensi pulmonal) serta penyulit
lain. Sampai 5 tahun yang lalu, semua ASD hanya dapat ditangani dengan operasi
bedah jantung terbuka. Operasi penutupan ASD baik dengan jahitan langsung
ataupun menggunakan patch sudah dilakukan lebih dari 40 tahun, pertama kali
dilakukan tahun 1953 oleh dr. Gibbson di Amerika Serikat, menyusul ditemukannya
mesin bantu pompa jantung-paru (cardio-pulmonary bypass) setahun sebelumnya.
Tindakan operasi ini sendiri, bila dilakukan pada saat yang tepat (tidak
terlambat) memberikan hasil yang memuaskan, dengan risiko minimal (angka
kematian operasi 0-1%, angka kesakitan rendah). Murphy JG, et.al melaporkan
survival (ketahanan hidup) paska opearsi mencapai 98% dalam follow up 27 tahun
setelah tindakan bedah, pada penderita yang menjalani operasi di usia kurang
dari 11 tahun. Semakin tua usia saat dioperasi maka survival akan semakin
menurun, berkaitan dengan sudah terjadinya komplikasi seperti peningkatan
tekanan pada pembuluh darah paru
c. Terapi intervensi non bedah
Aso adalah alat khusus yang dibuat untuk menutup ASD tipe sekundum secara
non bedah yang dipasang melalui kateter secara perkutaneus lewat pembuluh darah
di lipat paha (arteri femoralis). Alat ini terdiri dari 2 buah cakram yang
dihubungkan dengan pinggang pendek dan terbuat dari anyaman kawat nitinol yang
dapat teregang menyesuaikan diri dengan ukuran ASD. Di dalamnya ada patch dan
benang polyester yang dapat merangsang trombosis sehingga lubang/komunikasi
antara atrium kiri dan kanan akan tertutup sempurna.
B.
Asuhan Keperawatan ASD (Atrial Septal
Defect)
1. Pengkajian
a. Pengkajian umum
1) Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada
waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang terjadi baik
pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada
tungkai dan berkeringat banyak.
2) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak
nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi biasanya tergantung
pada derajat dari defek yang terjadi.
b) Riwayat kesehatan lalu
Ø Prenatal History
Diperkirakan adanya
keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin ada riwayat pengguanaan
alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
Ø Intra natal
Riwayat kehamilan
biasanya normal dan diinduksi.
Ø Riwayat Neonatus
o
Gangguan respirasi
biasanya sesak, takipnea
o
Anak rewel dan
kesakitan
o
Tumbuh kembang anak
terhambat
o
Terdapat edema pada
tungkai dan hepatomegali
o
Sosial ekonomi
keluarga yang rendah.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Ø Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan
defek jantung
Ø Penyakit keturunan atau diwariskan
Ø Penyakit congenital atau bawaan
3) Sistem yang dikaji :
a. Pola Aktivitas dan latihan
Ø Keletihan/kelelahan
Ø Dispnea
Ø Perubahan tanda vital
Ø Perubahan status mental
Ø Takipnea
Ø Kehilangan tonus otot
b. Pola persepsi dan pemeriksaan kesehatan
Ø Riwayat hipertensi
Ø Endokarditis
Ø Penyakit katup jantung.
c. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap stress
Ø Ansietas, khawatir, takut
Ø Stress yang b/d penyakit
d. Pola nutrisi dan metabolik
Ø Anoreksia
Ø Pembengkakan ekstremitas bawah/edema
e. Pola persepsi dan konsep diri
Ø Kelemahan
Ø Pening
f. Pola peran dan hubungan dengan sesama
Ø Penurunan peran dalam aktivitas sosial dan keluarga
b. Pengkajian Fisik
1) Inspeksi
Pertumbuhan badan
jelas terhambat, pucat dan banyak keringat bercucuran. Ujung-ujung jari
hiperemik, diameter dada bertambah, nafas pendek, retraksi pada vena jugulum,
sela interkostal dan region epigastrium. Pada anak kurus terlihat impuls
jantung yang hiperdinamik
2) Palpasi
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan
Impuls jantung hiperdinamik kuat terutama yang timbul dari ventrikel kiri. Teraba getaraa bising pada dinding dada, pada DSA getaran bising teraba di sela iga ke II atau III kiri. Pada defek yang sangat besar sering tidak teraba getaran bising karena tekanan di ventrikel kiri sama dengan tekanan di ventrikel kiri. Teraba tepi hati tumpul di bawah lengkung iga kanan
3) Auskultasi
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting” . Bising sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.
Pada DSA terdapat split bunyi jantung 2 tanpa bising sering menunjukkan gejala pertama dan salah satunya petunjuk akan DSA. Jarak antara komponen aorta pulmonal bunyi jantung 2 pada inspirasi dan ekspirasi tetap sama sehingga disebut “fixed splitting” . Bising sistolik dan pada pirau kiri ke kanan yang besar maka bising mik diastolic berfrekuensi rendah terdengar pada sela iga ke IV kiri atau kanan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b.d penurunan TD
b. Intoleransi aktivitas b.d hipoksia.
c. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan b.d tidak adekuatnya suplai oksigen
dan zat nutrisi ke jaringan.
d. Kerusakan pertukaran gas b.d edema paru
3. Intervensi
a. Dx. I
Tujuan :setelah dilakukan tindakan
keperawatan ...x24 jam klien memperlihatkan peningkatan curah jantung
Kriteria hasil : denyut jantung kuat,
teratur dan dalam batas normal
Intervensi :
1)
Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi,
irama jantung
R : biasanya terjadi takikardia untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas jantung
2)
Pantau tekanan darah
R : untuk mengetahui fungsi pompa
jantung yang sangat dipengaruhi olehpengisian
curah jantung
3)
Berikan istirahat semi fowler
R : memperbaiki insufisiensi kontraksi
jantung dan penuruna venus return
4)
Kolaborasi dengan tim dokter untuk
terapi oksigen,obat jantung, obat diuretik dan cairan
R : membantu dalam proses kimia dalam
tubuh
b. Dx. II
Tujuan : Klien dapat
mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan berpartisipasi dalam
aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang ditandai dengan menurunkan
kelemahan dan kelelahan serta tanda vital dalam batas normal selama
beraktivitas.
Intervensi :
1)
Periksa tanda vital
sebelum dan selama aktivitas, terutama bila pasien menggunakan vasodilator atau
diuretik.
R : Tanda-tanda vital
dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi
jantung.
2)
Ijinkan anak untuk
beristirahat, dan hindarkan gangguan pada saat tidur.
R : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
R : Dengan memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
3)
Anjurkan untuk
melakukan permainan dan aktivitas ringan.
R : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
R : Dengan permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
4)
Berikan periode
istirahat setelah melakukan aktivitas.
R : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
R : Memenuhi kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5)
Hindarkan suhu
lingkungan yang terlalu panas atau dingin.
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa
Rasional : Suhu lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa
c. Dx. III
Tujuan : klien dapat mempertahankan berat badan dan
tinggi badan yang sesuai yang ditandai
dengan BB dan TB dalam batas normal sesuai dengan usianya
Intervensi :
1) Sediakan diit
yang seimbang, tinggi zat-zat nutrisi
R : untuk memaksimalkan kualitas
masukan nutrisi sehingga dapat mempertahankan BB dan membantu dalam
perkembangan otak
2) Monitor tinggi
dan berat badan anak
R : sebagai indikator atau petunjuk
pertumbuhan dan perkembangan anak yang terjadi
3) Jelaskan pada
orang tua mengenai tumbang anak
R : agar orang tuan mengetahui tingkat
pertumbuhan dan perkembangan anak
4) Ciptakan
lingkungan yang tenang
R : untuk memenuhi istirahat dan
relaksasi klien secar optimal
d. Dx. IV
Tujuan : klien dapat menunjukkan
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan serta tidak adanya
peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien bebas dari
gejala distres pernapasan
Intervensi :
1) Berikan posisi
semi fowler pada anak
R : menurunkan konnsumsi atau kebutuhan
oksigen dan mempermudah pernafasaan yang meningkatkan kenyamanan fisiologi dan
psikologi
2) Anjukan kepada
klien untuk istirahat yang cukup
R : istirahat akan membantu respon
klien terhadap aktivitas dan kemampuan berpartisipasi dalam perawatan
3) Berikan oksigen
jika ada indikasi
R :meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar, yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksemia jaringan
Perkembangan Konsep Tumbuh
Kembang
a. Tahap Oral (18 bulan pertama
kehidupan)
Pada tahap
ini ada dua macam aktivitas oral, yaitu menggigit dan menelan makanan,
merupakan prototype bagi banyak ciri karakter yang berkembang di kemudian hari.
Pada pengkajian klien yang berada di tahap ini sangat penting untuk tetap
menjaga kondisi perkembangan klien, hal ini dimaksudkan unutk meminimalisir
gangguan asupan nutrien di masa pertumbuhan
b. Tahap Anal (usia 1 dan 3 tahun)
Pada tahap
ini anak akan mengeksploitasi fungsi pembuangan, misalnya menahan dan
bermain-main dengan feces, atau juga senang bermain-main dengan lumpur dan
kesenangan melukis dengan jari. Bila klien dalam tahap ini, maka pengkajian dan
pemeriksaan dapat dilakukan untuk menjaga agar klien tetap bisa berlatih untuk
menggunakan fungsi pembuangan secara optimal.
c. Tahap Phallic (usia 3 dan 6 tahun)
Tahap ini
sesuai dengan nama genital laki-laki (phalus), sehingga meupakan daerah
kenikmatan seksual laki-laki. Pada tahap ini anak akan mengalami Oedipus
complex
Oedipus
complex merupakan keinginan yang mendalam untuk menggantikan orang tua yang
sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orang tua yang berbeda
jenis kelamin dengannya.
d. Tahap Latency (usia 6 tahun dan masa
pubertas)
Merupakan
tahap yang paling baik dalam perkembangan kecerdasan (masa sekolah). Pada klien
dengan rentang usia di tahap ini penting untuk dilakukan pengkajian untuk
antisipasi dan meminimalsir resiko terjadinya gangguan pola perkembangan
berfikir
e. Tahap Genital (masa pubertas dan
seterusnya)
Bersamaan
dengan pertumbuhannya, alat-alat genital menjadi sumber kenikmatan dalam tahap
ini, sedangkan kecenderungan-kecenderungan lain akan ditekan. Lebih spesifikasi
pada pemeriksaan genetalia
4. Diagnosa
a.
Risiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
b.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
c.
Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan
nutrien pada jaringan; isolasi social
d.
Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
e.
Risiko
tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
f.
erubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
5. Intervensi
a. Diagnosa : Risiko
tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan defek struktur.
Tujuan :
1)
Klien
akan menunjukkan perbaikan curah jantung.
Kriteria
Hasil :
Frekwensi
jantung, tekanan darah, dan perfusi perifer berada pada batas normal sesuai
usia.
2)
Keluaran
urine adekuat (antara 0,5 – 2 ml/kgbb, bergantung pada usia )
Intervensi :
§ Beri digoksin sesuai program, dengan
menggunakan kewaspadaan yang dibuat untuk mencegah toxisitas.
§ Beri obat penurun afterload sesuai
program
§ Beri diuretik sesuai program
b. Diagnosa : Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan gangguan sistem transport oksigen
Tujuan :
1) Klien mempertahankan tingkat energi
yang adekuat tanpa stress tambahan.
Kriteria
Hasil :
§ Anak menentukan dan melakukan
aktivitas yang sesuai dengan kemampuan.
§ Anak mendapatkan waktu
istirahat/tidur yang tepat.
Intervensi :
§ Berikan periode istirahat yang
sering dan periode tidur tanpa gangguan.
§ Anjurkan permainan dan aktivitas
yang tenang.
§ Bantu anak memilih aktivitas yang
sesuai dengan usia, kondisi, dan kemampuan.
§ Hindari suhu lingkungan yang ekstrem
karena hipertermia atau hipotermia meningkatkan kebutuhan oksigen.
§ Implementasikan tindakan untuk
menurunkan ansietas.
§ Berespons dengan segera terhadap
tangisan atau ekspresi lain dari distress.
c. Diagnosa : Perubahan
pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan ketidakadekuatan oksigen dan
nutrien pada jaringan; isolasi sosial.
Tuujuan :
1) Pasien mengikuti kurva pertumbuhan
berat badan dan tinggi badan.
2) Anak mempunyai kesempatan untuk
berpartisipasi dalam aktivitas yang sesuai dengan usia
Kriteria
Hasil :
1) Anak mencapai pertumbuhan yang
adekuat.
2) Anak melakukan aktivitas sesuai usia
3) Anak tidak mengalami isolasi social
Intervensi :
1) Beri diet tinggi nutrisi yang
seimbang untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
2) Pantau tinggi dan berat badan;
gambarkan pada grafik pertumbuhan untuk menentukan kecenderungan pertumbuhan.
3) Dapat memberikan suplemen besi untuk
mengatasi anemia, bila dianjurkan.
4) Dorong aktivitas yang sesuai usia.
5) Tekankan bahwa anak mempunyai
kebutuhan yang sama terhadap sosialisasi seperti anak yang lain.
6) Izinkan anak untuk menata ruangnya
sendiri dan batasan aktivitas karena anak akan beristirahat bila lelah.
d. Diagnosa : Risiko
tinggi infeksi berhubungan dengan status fisik yang lemah.
Tujuan :
1) Klien tidak menunjukkan tanda-tanda
infeksi
Kriteria
hasil :
Anak
bebas dari infeksi
Intervensi :
§ Hindari kontak dengan individu yang
terinfeksi
§ Beri istirahat yang adekuat
§ Beri nutrisi optimal untuk mendukung
pertahanan tubuh alami
e. Diagnosa : Risiko
tinggi cedera (komplikasi) berhubungan dengan kondisi jantung dan terapi
Tujuan :
1) Klien/keluarga mengenali tanda-tanda
komplikasi secara dini.
Kriteria
hasil :
§ Keluarga mengenali tanda-tanda
komplikasi dan melakukan tindakan yang tepat.
§ Klien/keluarga menunjukkan pemahaman
tentang tes diagnostik dan pembedahan.
Intervensi :
§ Ajari keluarga untuk mengenali
tanda-tanda komplikasi,Gagal jantung kongestif :
o
Takikardi,
khususnya selama istirahat dan aktivitas ringan.
o
Takipnea
o
Keringat
banyak di kulit kepala, khususnya pada bayi.
o
Keletihan
o
Penambahan
berat badan yang tiba-tiba
o
Distress
pernapasan
o
Toksisitas
digoksin
o
Muntah
(tanda paling dini)
o
Mual
o
Anoreksia
o
Bradikardi.
o
Disritmia
o
Peningkatan
upaya pernapasan – retraksi, mengorok, batuk, sianosis.
o
Hipoksemia
– sianosis, gelisah.
o
Kolaps
kardiovaskular – pucat, sianosis, hipotonia.
§ Ajari keluarga untuk melakukan
intervensi selama serangan hipersianotik
o
Tempatkan
anak pada posisi lutut-dada dengan kepala dan dada ditinggikan.
o
Tetap
tenang.
o
Beri
oksigen 100% dengan masker wajah bila ada.
o
Hubungi
praktisi
f. Diagnosa : Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak dengan penyakit jantung (ASD)
Tujuan :
1) Klien/keluarga mengalami penurunan
rasa takut dan ansietas
2) Klien menunjukkan perilaku koping
yang positif
Kriteria
hasil :
1) Keluarga mendiskusikan rasa takut
dan ansietasnya
2) Keluarga menghadapi gejala anak
dengan cara yang positif
Intervensi :
§ Diskusikan dengan orang tua dan anak
(bila tepat) tentang ketakutan mereka dan masalah defek jantung dan gejala
fisiknya pada anak karena hal ini sering menyebabkan ansietas/rasa takut.
§ Dorong keluarga untuk berpartisipasi
dalam perawatan anak selama hospitalisasi untuk memudahkan koping yang lebih
baik di rumah.
§ Dorong keluarga untuk memasukkan
orang lain dalam perawatan anak untuk mencegah kelelahan pada diri mereka
sendiri.
§ Bantu keluarga dalam menentukan
aktivitas fisik dan metode disiplin yang tepat untuk anak.
C.
Penyakit VSD (Ventricular Septal Defect)
1. Definisi VSD (Ventricular Septal Defect)
Istilah defek septum ventrikel menggambarkan suatu lubang
pada sekat ventrikel. Defek tersebut dapat terletak di manapun pada sekat
ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat
bervariasi (Fyler, 1996).
Defek septum ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect) adalah
suatu lubang pada septum ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang
memisahkan jantung bagian bawah (memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel
kanan).
Defek septum ventrikel atau Ventricular Septum Defect (VSD)
adalah gangguan atau lubang pada septum atau sekat di antara rongga ventrikel
akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat intraventrikel.
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar. VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai sindroma Eisenmenger.
VSD merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy of Fallot dan Transposisi Arteri Besar. VSD, bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai sindroma Eisenmenger.
Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan
penutupan sekat intraventrikuler sesudah kehidupan interauterin 7 minggu
pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak sempurna belum diketahui.
Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum ventrikel
adalah jelas lebih sering pada bayi premature dan pada mereka yang berat badan
lahir rendah, dengan laporan insiden setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature
hidup (Fyler, 1996).
Klasifikasi VSD Berdasarkan lokasi lubang, dibagi 3,
(Chandrasoma, 2006; Purwaningtyas, 2007) :
a.
Tipe perimembran (60%)
b.
Tipe subarterial (37%)
c.
Tipe muskuler (3%)
Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel.
Defek pada region midportion atau apikal septum ventrikular merupakan defek
muscular. Defek di antara krista supraventrikular dan otot papilaris conus
arteriosus dapat diasosiasikan dengan stenosis pulmonal dan tetralogi follat.
Defek suprakrista (superior terhadap krista supraventrikular) jarang
terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan mengenalsinus aorta sehingga
menyebabkan insufiensi aorta.
Defek
septum ventrikel di tandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan
darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri kekanan.
·
Tekanan
lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen
melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
·
Volume
darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya di penuhi darah dan
dapat menyebabkan naiknya vascular pulmonal.
·
Jika
tahanan pulmonal ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan
pirau terbalik darah miskin oksigen kemudian mengalir dari ventrikel kanan ke
kiri, menyebabkan sianosis.
2.
Anatomi Fisiologi
Sistem kardiovaskuler terdiri dari 3 bagian yang saling
mempengaruhi yaitu jantung, pembuluh darah, dan darah (Depkes,1993:3)
a.
Jantung
Adalah organ yang mensirkulasi darah teroksigenasi ke
paru-paru untuk pertukaran gas (Depkes, 1993:3).Jantung terletak dalam
mediastinum di rongga dada, yaitu diantaa kedua paru-paru. Jantung terdiri dari
3 lapisan.lapisan terluas disebut epikardium, lapisan tengah merupakan lapisan
otot yang disebut miokardium, sedangkan lapisan terdalam yaitu lapisan endotel
disebut endokardium. Ruangan jantung bagian atas yaitu atrium dan ventrikel.
Secara fungsional darah dibagi menjadi alat menjadi alat pompa kanan dan pompa
kiri yang memompa darah vena menuju sirkulasi paru-paru dan peredaran darah
bersih ke sistemik. Terpisahnya ruangan dalam jantung mencegah percampuran
antara daerah yang menerima darah yang tidak teroksigenali dari vena kava
superior, inferior, dan sistem koroner. Darah ini melalui katup mitrat ke
ventrikel kiri dan dipompakan ke aorta untuk sirkulasi koroner dan sistemik
(Sjafoellah, 1996:1069).
Jantung
tersusun atas lapisan-lapisan: perikardium, miokardium, endokardium. Dibungkus
oleh lapisan pericardium parietalis dan viseralis. Perikardium viseralis
menempel pada miokardium. Di antara perikardium viseralis dan
parietalis terdapat cairan perikardium.
Jantung
merupakan suatu ruang tertutup yang berisi cairan darah. Di dalamnya
terbagi-bagi/tersekat-sekat menjadi empat ruang jantung, yaitu
serambi (atrium) kanan, serambi kiri, bilik (ventrikel) kanan dan ventrikel kiri. Serambi
kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat atrium, ventrikel kanan dan kiri
dipisahkan oleh sekat ventrikel. Antara serambi dan ventrikel dihubungkan
sekaligus dipisahkan oleh katup atrioventrikular yang berfungsi seperti pintu.
Katup atrioventrikular yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan
bilik kanan namanya katup trikuspid, yang memisahkan sekaligus menghubungkan
serambi dan bilik kiri adalah katup mitral.
Miokardium menerima darah ketika diashole dari arteri kosong.
Arteri koronaria kiri bercabang menjadi arteri descendino anterior dan arteri
circumflex. Arteri koronaria kanan memberi darah antara lain ke SA node
ventrikel kanan, permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena-vena koronaria
mengembalikan darah ke sinus kemudia bersikulasi langsung ke dalam paru-paru
(Depkes, 1993:3).
b.
Pembuluh darah
Pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah ke
seluruh bagian dan alat tubuh disebut arteri pembuluh darah arteri yang paling
besar yang keluar dari ventrikel kiri disebut aorta. Arteri ini mempunyai
dinding yang kuat dan tebal tetapi sifatnya elastis dan terdiri 3 lapisan yaitu
: lapisan terluar dinding arteri disebut tunika externa. Keadaan tidak elastis
disebut arteri osklerosis, sedangkan bagian dalam dari arteri adalah tunika
interna atau intima. Pembersihan plaqul yang terjadi pada dinding arteri bagian
dalam disebut athero sclerosis. Hal ini mengakibatkan aliran darah arteri
terganggu dan dapat mengakibatkan proses iskemia (Depkes, 1993:6).
c.
Darah
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen dalam darah adalah plasma.
Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara adekuat (Depkes, 1993:7).
Darah merupakan media transportasi oksigen, karbondioksida dan metabolit. Jadi darah merupakan pengatur keseimbangan asam basa, pengatur hormon dan pengontrol suhu. Dalam darah terdapat eritrosit, leukosit dan trombosit, meskipun 55 % elemen dalam darah adalah plasma.
Hemoglobin yang ada dalam eritrosit membawa oksigenasi sel-sel. Peran eritrosit dalam mengangkut hemoglobin adalah penting. Oleh karena itu perlu keseimbangan antara pembentukan dan pemecahan eritrosit untuk menjamin pengantaran oksigen secara adekuat (Depkes, 1993:7).
3.
Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui. VSD lebih sering ditemukan pada
anak-anak dan seringkali merupakan suatu kelainan jantung bawaan. Pada
anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak menimbulkan gejala dan sering kali
menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih
berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa
ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya.
Ø
Faktor prenatal yang berhubungan dengan VSD :
o
Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu
hamil
o
Gizi ibu hamil yang buruk
o
Ibu yang alkoholik
o
Usia ibu di atas 40 tahun
o
Ibu menderita diabetes
Ø
Faktor genetic
o
anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
o
ayah/ibu menderita PJB
o
kelainan kromosom seperti syindrom down
o
lahir dengan kelainan bawaan lain
4.
Manifestasi Klinis
Pasien dengan VSD ringan umumnya tidak menimbulkan keluhan.
Pada kelainan ini, darah dari paru-paru yang masuk ke jantung, kembali
dialirkan ke pari-paru. Akibatnya jumlah darah dalam pembuluh darah
paru-paru meningkat dan menyebabkan :
a.
Sesak nafas, takipneu (napas cepat)
b.
Bayi mengalami kesuliatan ketika menyusu
c.
Keringat yang berlebihan
d.
Berat badan tidak bertambah. Gagal tumbuh
e.
Gagal jantung kongestif
f.
Infeksi saluaran pernapasan berulang
Tampilan klinis pasien VSD bervariasi, bergantung kepada
besarnya defek/pirau dan aliran dan tekanan arteri pulmonal. Jenis yang paling
sering terjadi ialah defek kecil dengan pirau kiri-ke-kanan yang ringan dan
tekanan arteri pulmonal yang normal. Pasien dengan defek tersebut umumnya
asimtomatis dan lesi kelainan jantung di temukan pada pemeriksaan fisik rutin.
Dapat di temukan murmur holosistolik parasternal yang keras, kasar dan tertiup
serta ada thrill. Pada beberapa kasus murmur tersebut berakhir sebelum jantung
2,kemungkinan disebabkan oleh penutupan defek pada akhir sistolik. Pada
neonatus murmur mungkin tidak terdengar pada beberapa hari pertama setelah
kelahiran ( sebab tekanan ventrikel kanan yang turun perlahan), hal ini berbeda
dengan kelahiran premature dimana resistensi paru turun lebih cepat sehingga
murmur dapat terdengar lebih awal. Pada pasien dengan VSD kecil, roentgenogram
dada umumnya normal walaupun dapat terlihat sedikit kardimegali dan peningkatan
vaskulatulpulmonal. EKG umumnya normal walau dapat juga terlihat hipertrofi
ventrikel kiri. Adanya hipertrofiventrikel kanan menunjukkan bahwa defek tidak
kecil serta ada hipertensi pulmonal atau stebosis polmunal.
Defek besar dengan aliran darah pulmonal yang besar dan
hipertensi pulmonal dapat menyebabkan dyspnoe, kesulitan makan, pertumbuhan
terhambat, berkeringat, infeksi paru rekuren atau gagal jantung pada saat bayi.
Sianosis biasanya tidak terlihat, tetapi ruam hitam (duskiness) dapat terlihat
jika ada infeksi atau pada saat menangis. Penonjolan prekordial kiri dan
sternum sering terjadi (pada kardiomegali), penonjolan parasternal yang dapat diraba,
thrust apical atau thrill sistolik. Murmur holosistolik dapat menyerupai murmur
pada VSD kecil namun terdengar lebih halus. Komponen pulmonal pada suara
jantung 2 dapat meningkat, menunjukkan adanya hipertensi pulmonal. Adanya bunyi
middiastolik di apeks disebabkan oleh peningkatan aliran darah melalui katup
mitral dan adanya pirau kiri-ke-kanan dengan rasio 2:1 atau lebih. Pada VSD
besar, roentgenogram dada menunjukkan adanya kardoimegali dengan penonjolan
pada kedua venrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal. Edema dan efusi pleura
dapat timbul. EKG menunjukkan adanya hipertrofi kedua ventrikel.
5.
Patofisiologis
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan
terjadinya aliran dari ventrikel kiri dan ventrikel kanan, sehingga aliran
darah yang ke paru bertambah. Presentasi klinis tergantung besarnya aliran
pirau melewati lubang VSD serta besarnya tahanan pembuluh darah paru. Bila
aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan. Dalam perjalanannya,
beberapa tipe VSD dapat menutup spontan (tipe perimembran dan muskuler),
terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta
yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembran)
(Rilantono,2003; Masud,1992).
Ukuran defek secara otomatis menjadi penentu utama besarnya
pirau kiri-ke-kanan (right-to-left shunt). Pirau ini juga ditentukan oleh
perbandingan derajat resistensi vascular dan sistemik. Ketika defek kecil
terjadi (<0.5 cm2), defek tersebut dikatakan restriktif. Pada defek
nonrestriktif (>1.0 cm2), tekanan ventrikel kiri dan kanan adalah sama, pada
defek jenis ini, arah pirau dan besarnya ditentukan oleh rasio resistensi
pulmonal dan sistemik.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resistensi pulmonal tetap
lebih tinggi melebuhi normal dan ukuran pirau kiri-ke-kanan terbatas. Setelah
resistensi pulmonal turun pada minggu-minggu pertama kelahiran, maka terjadi
peningkatan pirau kiri-ke-kanan. Ketika terjadi pirau yang besar maka gejala
dapat terlihat dengan jelas.pada kebanyakan kasus, resistensi pulmonal sedikit
meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal
yang besar. Pada sebagian pasien dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal.
Hal ini dapat menyebabkan penyakit vascular paru obstuktif. Ketika rasio
resistensi pulmonal dan sistemik adalah 1:1, maka pirau menjadi bidireksional
(dua arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan pasien menjadi sianotik.
Namun hal ini sudah jarang terlihat karena adanya perkembangan intervensi
secara bedah.
Besarnya pirau intrakardia juga ditentukan oleh berdasarkan
rasio aliran darah pulmonal dan sistemik. Jika pirau kiri-ke-kanan relative
kecil (rasio aliran darah pulmonal dan sistemik adalah 1.75:1), maka
ruang-ruang jantung tidak membesar dan aliran darah paru normal. Namun jika
pirau besar (rasio 2.5:1) maka terjadi overload volume atrium dan ventrikel
kiri, peningkatan EDV dan peningkatan tekanan vena pulmonal akibat aliran darah
dan kiri masuk ke kanan dank e paru dan kembali lagi ke kiri (membentuk suatu
aliran siklus). Peningkatan tekanan di bagian kanan (normal ventrikel kanan
20mmHg, ventrikel kiri 120 mmHg) juga menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan,
peningkatan aliran pulmonal dan hipertensi arteri pulmonal. Trunkus pulmonal,
atrium kiri dan ventrikel kiri membesar karena aliran pulmonal yang juga besar.
Selain itu, karena darah yang keluar dari ventrikel kiri harus terbagi ke
ventrikel kanan, maka jumlah darah yang mengalir ke sistemik pun berkurang
(akan mengatifasi system rennin-angiotensin dan retensi garam).
6.
Komplikasi
Perjalanan penyakit VSD bergantung pada derajat besarnya
defek yang terjadi. Sebanyak 30-50% defek ringan dapat menutup spontan pada
tahun pertama kehidupan, sisanya menutup sebelum usia 4 tahun. Defek seperti
ini biasanya memiliki aneurisma sputum ventrikel yang memperkecil ukuran
defek/pirau. Kebanyakan anak dengan defek ringan tetap asimtomatis tanpa ada
peningkatan ukuran jantung, tekanan atau resistensi arteri pulmonal. Risiko
penyakit yang sering terjadi adalah endokarditis infektif pada 2 % anak dengan
VSD dan jarang terjadi di bawah usia 2 tahun. Risikonya bergantung pada ukuran
defek.
Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup spontan. Anak akan sering menderita infeksi paru hingga gaagl jantung kongestif yang menyebabkan gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gaagl tumbuh merupakn gejala tunggal. Hipertensi pulmonal terjadi akibat peningkatan aliran darh pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit vascular pulmonal.
Sedangkan defek yang lebih besar biasanya lebih sulit untuk menutup spontan. Anak akan sering menderita infeksi paru hingga gaagl jantung kongestif yang menyebabkan gagal tumbuh. Pada beberapa kasus, gaagl tumbuh merupakn gejala tunggal. Hipertensi pulmonal terjadi akibat peningkatan aliran darh pulmonal dan pasien berisiko menderita penyakit vascular pulmonal.
Sebagian kecil pasian VSD juga mengalami stenosis pulmonal,
yang bermanfaat menjaga sirkulasi fulmonal dari peningkatan alifan
(oversirkulasi) dan efek jangka panjang penyakit vascular pulmonal. Pasien akan
menunjukkan gejala klinis stenosis pulmonal. Aliran melalui pirao dapat
bervariasi, seimbang, bahkan berbalik menjadi pilau kanan-ke-kiri
§
Gagal Jantung Kongestif.
§
Hipertensi Arteri Pulmonalis.
§
Bakterial Endokarditis.
7.
Penatalakasaan
Penatalaksanaan pada pasien ini bertujuan untuk mencegah
timbulnya kelainan vaskular paru pemanen, mempertahankan fungsi atrium, dan ventrikel
kiri serta mencegah kejadian endokarditis efektif. Defek kecil biasanya
disertai dengan thrirl pada garis sternal kiri sela iga ke empat. Bising
bersifat holosistolik, tetapi juga pendek.
Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan tatalaksana bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan apabila terdapat VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darh pulmonal. Gangguan atau lubang yang berukuran sedang namun tanpa disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Tetapi pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokarditis (peradangan pada endokardium atau selaput jantung bagian dalam) diberiakan untuk semua pasien dengan VSD.
Pada usia 2 tahun, minimal sebanyak 50% VSD yang berukuran kecil atau sedang akan menutup secara spontan baik sebagian atau seluruhnya sehingga tidak diperlukan tatalaksana bedah. Operasi penutupan sekat pada bayi usia 12-18 bulan direkomendasikan apabila terdapat VSD dengan gagal jantung kongestif atau penyakit pembuluh darh pulmonal. Gangguan atau lubang yang berukuran sedang namun tanpa disertai dengan peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal, penanganannya dapat ditunda. Tetapi pengobatan untuk profilaksis atau pencegahan endokarditis (peradangan pada endokardium atau selaput jantung bagian dalam) diberiakan untuk semua pasien dengan VSD.
Pada pasien dengan ukuran VSD kecil, orangtua harus
diyakinkan mengenei lesi jantung yang relatif ‘jinak’ (tidak membahayakan),dan
anak tetap diperlakukan sebagai mana normal ( tidak ada batasan aktifitas).
Perbaikan secara bedah tidak mutlak disarankan. Anak harus diberi asupan kalori
yang memadai untuk mencapai pertumbuhan berat badan yang optimum. Pemberian
deuretik (furosemid) apabila ada kongesti paru dan ACE inhibitor untuk
menurunkan sistemik dan pulmonal serta mengurangi pirau. Terkadang juga
diberikan digoksin. Untuk mencegah endokarditis infektif, maka kesehatan gigi
dan mulut harus dijaga dan menggunakan antibiotik profilaksis pada saat berobat
gigi.
Untuk pengobatan medikamentosa, DSV yang kecil dan tanpa
gejala dan tidak perlu diberikan terapi. Pada kejadian gagal jantung, dapat
diberikan diuretic misalnya furosemik 1-2 mg/kgBB/hari, vasodilator misalnya
kaptropil 0,5-1 mg/kgBB/kali tiap 8 jam. Kalau perlu ditambahkan digoksin 0,01
mg/kg/hari. Pem,berian makanan berkalori tinggi dilakukan dengan frekuensi
sering secara oral/enteral (melalui NGT). Anemia diperbaiki dengan preparat
besi.
Sedangkan pada pasien dengan VSD besar, maka tujuan pengobatan adalah: (1) mengendalikan gagal jantung kongestif dan (2) masih mencegah penyakit vascular pulmonal. Pasien dapat menunjukan adanya penyakit pulmonal dan berulang dan sering gagal tumbuh. Terapitik ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan menutup selam atahun pertama kehidupan. Oprasi dengan metode trans kateter dapat dilakukan pada anak dengan resiko rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun.
Sedangkan pada pasien dengan VSD besar, maka tujuan pengobatan adalah: (1) mengendalikan gagal jantung kongestif dan (2) masih mencegah penyakit vascular pulmonal. Pasien dapat menunjukan adanya penyakit pulmonal dan berulang dan sering gagal tumbuh. Terapitik ditujukan untuk mengendalikan gejala gagal jantung serta memelihara tumbuh kembang yang normal. Jika terapi awal berhasil, maka pirau akan menutup selam atahun pertama kehidupan. Oprasi dengan metode trans kateter dapat dilakukan pada anak dengan resiko rendah (low risk) setelah berusia 15 tahun.
Setelah terjadi penutupan pirau maka keadan hiperdinamik akan
menjadi normal, ukuran jantung mengecil kembali ke normal, thrill dan murmur
menghilang serta hipertensi serta arteri pulmonal menghilang. Kebanyaka anak
akan bertumbuh secara normal dan pengobatan tid ak diperlukan lebih lanjut.
Anak akan mengejar ketinggalan tumbuh kembangkangnya dalam 1-2 tahun. Namun
murmur sistolik dengan itensitas rendah dapat terus terdengar selama beberapa
bulan. Prognosis jangka panjang setelah oprasi adalah baik.
Alat yang digunakan untuk penutupan devek setrumventrikel
diantaranya adalah Rashkind doble umbrella, the bard clamshell, the button
device, the amplatzer septal occlude, amplatzer duct occlude atau Gianturco
coils.
Indikasi
dan waktu penutupan DSV adalah sebagai berikut.
a.
Pada bayi dengan DSV defek besar yang mengalami
gagal jantung serta retardasi pertumbuhan dan kegagalan terapi medikamentosa
dilakukan oprasi secepatnya sebelum terjadi penyakit vaskular paru.
b.
Bayi atau anak dengan DSV besar dan hipertensi
pulmonalis harus dilakukan keterisasi untuk menulai tingginya resistensi
vascular paru dan responnya terhadap pemberian oksigen 100 %. Penutuapan DSV
secara bedah ataupun non bedah dilakukan apabila restitensi vaskuler paru
dibawah 7 wood unit.
VSD
kecil tidak perlu di rawat, pemantauan dilakukan di poliklinik kardiologi
anak.Berikan antibiotk seawal mungkin.Vasopresor atau vasodilator adalah
obat2yang dipakai untuk anak dengan VSD dan gagal jantung missal dopamine
(intropin) memiliki efek inotropik positif pada miokard menyebabkan peningkatan curah
jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi. Sedang
isoproterenol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada miokard
menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung.Bayi dengan
gagal jantung kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam
bentuk pengikatan / penyatuan arteri pulmonary.Pembedahan tidak ditunda sampai
melewati usia prasekolah.
Pasien
dengan defek kecil tidak memerlukan pengobatan apapun, kecuali pemberian profilaksis
terhadap terjadinya endokarditis infektif terutama bila akan dilakukan tindakan
operaktif di daerah rongga mulut atau tindakan pada traktus gastrointestinal
/urogenital.Tidak diperlukan pembatasan aktivitas pada pasien dengan defek
kecil namun perlu dipertimbangkan pada defek yang sedang dan besar
sesuai dengan derajat keluhan yang timbul.Gagal jantung pada pasien dengan
defek septum ventrikel sedang atau besar biasanya diatasi dengan digoksin
( dosis rumat 0,01 mg/kgBB/hari, dalam 2 dosis ), kaptopril ( ACE inhibitor ),
dan diuretic seperti furosemid atau spironolakton.
Tidak
semua pasien dengan VSD harus dioperasi.Tindakan operasi terindkasi pada kasus
– kasus dengan gejala klinis yang menonjol terutama pada VSD sedang atau besar
yang tidak mempunyai respons yang baik terhadap pengobatan .Oleh karena itu
diperlukan pemantauan klinis yang seksama dan cermat terhadap pasien VSD
sebelum mengirim pasien tersebut ke ahli bedah jantung.Selain itu yang sangat
penting adalah memberikan penjelasan yang benar da hati – hati kepada orang tua
pasien mengenai perjalanan penyakit dan komplikasi yang mungkin terjadi.
8.
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan mengguankan
stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.
Pemeriksaan
yang bisa dilakukan :
a.
Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali
dengan LVH, vaskularisasi paru meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak
pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.
b.
EKG : LVH, LAH
c.
Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur
dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat
dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel, dengan defek
Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang melewati defek
tersebut.
d.
Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita
dengan hipertensi pulmonal, dapat mengukur rasio aliran ke paru dan
sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri dilakukan untuk
melihat jumlah dan lokasi VSD.
e.
Angiografi jantung.
Dengan
menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan besarnya
VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat
sulit untuk dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan
Doppler berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup
tricuspid) dapat menutupi defek dan menurunkan jumlah aliran pirau
kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat untuk memperkirakan ukuran pirau dengan
menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel kiri; besarnya
peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-ke-kanan.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan
menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.
Efek
dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi
jantung,namun prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi
biasanya dilakukan jika pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat
menentukan ukuran pirau atau jika data laboratorim tidak sesuai temuan
diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan untuk mencari apakah ada
kelainan jantung yang terkait.
Ketika
katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar
oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil
maka katerisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi
oksigen di ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya
diasosiasiakn dengan tekanan ventrikel kanan dan resistensi vaskular yang
normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya diasosiasiakan
dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal dan sistemik.
D. Konsep Asuhan Keperawatan VSD
(Ventricular Septal Defect)
1. Pengkajian
Ø
Keluhan Utama
a.
Data subyektif :
dispnea,
batuk, ortopnea, berat badan bertambah, edema kaki, pusing, bingung, cepat
lelah, nyeri angina atau abdominal, cemas, pengetahuan tentang penyakitnya,
mekanisme koping yang dipakai.
b.
Data obyektif :
gawat
napas (dispnea, banyak memakai otot-otot pernapasan), distensi vena jugularis,
ada bunyi napas adventisius, bunyi jantung dengan irama gallop, edema,
ekstremitas teraba dingin, perubahan nadi, berat badan bertambah, tingkat
kesadaran
c.
Riwayat penyakit saat ini (PQRST)
1)
Provoking incident :
kelemahan
fisik terjadi setelah melakukan aktivitas ringan sampai berat, sesuai dengan
derajat gangguan pada jantung.
2)
Quality of pain :
seperti
apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas yang dirasakan atau digambarkan
klien. Biasanya setiap beraktivitas klien merasakan sesak napas (dengan
menggunakan alat atau otot bantu pernapasan).
3)
Region, radiation, relief :
apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau mempengaruhi
keseluruhan sistem otot rangka dan apakah disertai ketidakmampuan dalam
melakukan pergerakan.
4)
Severity (scale of pain) :
kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun sesuai derajat
gangguan perfusi yang dialami organ.
5)
Time :
sifat mula timbulnya nyeri (onset), keluhan kelemahan
beraktivitas biasanya timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat
beraktivitas biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun saat
beraktivitas.
6)
Riwayat penyakit dahulu
Menanyakan apakah klien sebelumnya pernah menderita nyeri
dada, hipertensi, iskemia, miokardium, infark miokardium, diabetes melitus, dan
hiperlipidemia.
Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh klien
pada masa yang lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obatan ini
meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, serta antihipertensi. Catat adanya
efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan reaksi alergi yang
timbul. Seringkali klien menafsirkan suatu alergi sebagai efek samping obat.
7)
Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga, anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan
penyebab kematiannya.
8)
Riwayat pekerjaan dan pola hidup
Perawat menanyakan situasi tempat klien bekerja dan
lingkungannya. Kebiasaan sosial dengan menanyakan kebiasaan dan pola hidup
misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan merokok dengan menanyakan
tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama, berapa batang per hari, dan jenis
rokok.
Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan identitas diri klien.
Di samping pertanyaan-pertanyaan tersebut, data biografi juga merupakan data yang perlu diketahui, yaitu dengan menanyakan identitas diri klien.
9)
Pengkajian psikososial
Perubahan integritas ego yang ditemukan pada klien adalah
klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada
penyakit/perawatan yang tak perlu, kuatir tentang keluarga, pekerjaan, dan
keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap menolak, menyangkal, cemas, kurang
kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, dan fokus pada diri sendiri.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, dan kesulitan koping dengan stresor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung dapat terjadi ditandai dengan adanya keluhan insomnia atau tampak kebingungan.
Pemeriksaan fisik ·
o
B1 (Breathing)
kongesti
vaskular pulmonal : dispnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan
edema pulmonal akut.
o
B2 (Blood)
inspeksi
: adanya parut pada dada, keluhan kelemahan fisik, edema ekstremitas.
Palpasi
: denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan katup.
Perkusi
: batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya hipertrofi jantung
(kardiomegali).
ü
Penurunan curah jantung
ü
Bunyi jantung dan crackles
ü
Disritmia
ü
Distensi vena jugularis
ü
Kulit dingin
ü
Perubahan denyut nadi
o
B3 (Brain)
kesadaran
klien biasanya compos mentis. Sering ditemukan sianosis perifer apabila terjadi
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian obyektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
o
B4 (Bladder)
Pengukuran
output urine selalu dihubungkan dengan intake cairan. Perawat perlu memonitor
adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik. Adanya edema
ekstremitas menunjukkan adanya retensi cairan yang parah.
o
B5(Bowel)
Hepatomegali
dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas abdomen terjadi akibat pembesaran vena
di hepar. Bila proses ini berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal
meningkat sehingga cairan terdorong masuk ke rongga abdomen, suatu kondisi yang
dinamakan asiles. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat menyebabkan
tekanan pada diafragma sehingga klien dapat mengalami distres pernapasan.
Anoreksia
(hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat pembesaran vena dan stasis
vena di dalam rongga abdomen.
o
B6 (Bone)
edema
dan mudah lelah
v
VSD kecil
o
Palpasi:
Impuls
ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba
getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
o
Auskultasi:
Bunyi
jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi
jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.
v
VSD besar
o
Inspeksi:
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol
ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal
dan regio epigastrium.
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol
ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal
dan regio epigastrium.
o
Palpasi:
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada
dinding dada.
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada
dinding dada.
o
Auskultasi:
Bunyi
jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan
sering diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal
dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang
melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga
II kiri.
sering diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal
dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang
melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga
II kiri.
2.
Pemeriksaan diagnostic
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Dengan mengguankan
stetoskop, akan terdengar murmur ( bunyi jantung abnormal) yang nyaring.
Pemeriksaan
yang bisa dilakukan :
Ø
Rontgen dada : dapat ditemukan kardiomegali
dengan LVH, vaskularisasi paru meningkat, bila terjadi penyakit vaskuler tampak
pruned tree disertai penonjolan a. pulmonal.
Ø
EKG : LVH, LAH
Ø
Ekokardiogram : dengan M-mode dapat diukur
dimensi atrium kiri dan ventrikel kiri, dengan ekokardiografi 2 dimensi dapat
dideteksi dengan tepat ukuran dan lokasi defek septum ventrikel, dengan defek
Doppler dan warna dapat dipastikan arah dan besarnya aliran yang melewati defek
tersebut.
Ø
Katerisasi jantung : dilakukan pada penderita
dengan hipertensi pulmonal, dapat mengukur rasio aliran ke paru dan
sistemik serta mengukur tahanan paru; angigrafi ventrikel kiri dilakukan untuk
melihat jumlah dan lokasi VSD.
Ø
Angiografi jantung.
Dengan
menggunakan echocardiography dua dimensi dapat ditentukan posisi dan besarnya
VSD. Pada defek yang sangat kecil terlebih pada pars muskular, defek sangat
sulit untuk dicritakan sehingga membutuhkan visualisasi dengan pemeriksaan
Doppler berwarna. Aneurisma septum ventrikel (yang terdiri dari jaringan katup
tricuspid) dapat menutupi defek dan menurunkan jumlah aliran pirau
kiri-ke-kanan. Echo juga bermanfaat untuk memperkirakan ukuran pirau dengan
menilai derajat overload cairan di atrium dan ventrikel kiri; besarnya
peningkatan yang terlihat dapat merefleksikan besarnya pirau kri-ke-kanan.
Pemeriksaan Doppler juga dapat membantu menilai tekanan ventrikel kanan dan
menentukan apakah pasien beresiko menderita vaskuler paru.
Efek
dari VSD terhadap verkulasi (secara umum ) dapat dilihat katerisasi
jantung,namun prosedur pmeriksaan ini tidak selalu mutlak diperlukan.katerisasi
biasanya dilakukan jika pemeriksa komperhensif lainnya masih belum dapat
menentukan ukuran pirau atau jika data laboratorim tidak sesuai temuan
diklinik. Selain itu, katerisasi juga dapat digunakan untuk mencari apakah ada
kelainan jantung yang terkait.
Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka katerisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan ventrikel kanan dan resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal dan sistemik.
Ketika katerisasi dilakukan, oxymetri akan menunjukkan adanya peningkatan kadar oksigen di ventrikel kanan terhadap atrium kanan. Jika defek berukuran kecil maka katerisasi belum tentu dapat menunjukkan adanya peningkatan saturasi oksigen di ventrikel kanan. Defek yang kecil dan restriktif biasanya diasosiasiakn dengan tekanan ventrikel kanan dan resistensi vaskular yang normal. Sedangkan defek yang besar dan nonrestriktif biasanya diasosiasiakan dengan keseimbangan yang dibentuk oleh tekanan sistolik pulmonal dan sistemik.
3.
Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan
oksigen dg kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium
b.
Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi
elektrikal
c.
Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan akibat sekunder dari udema paru.
d.
Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
e.
Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan
pola pernafasan tidak efektif.
4.
Evaluasi
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi asuhan keperawatan, hal-hal yang di evaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek.
Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi asuhan keperawatan, hal-hal yang di evaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya masalah klien, serta pencapaian tujuan serta ketepatan pada praktek.
Adapun
evaluasi diagnosa keperawatan secara teoritis dapat dilihat pada masing-masing
diagnosa keperawatan, yaitu :
a.
Nyeri b/d ketidakseimbangan suplai darah dan
oksigen dg kebutuhan miokardium akibat sekunder dari penurunan suplai darah ke
miokardium
b.
Penurunan curah jantung b/d perubahan, irama, konduksi
elektrikal
c.
Ketidakefektifan pola napas b/d pengembangan paru
tidak optimal, kelebihan cairan akibat sekunder dari udema paru.
d.
Gangguan perfusi perifer yg b/d penurunan curah jantung
e.
Intoleransi aktivitas akibat keletihan, hipoksemia, dan
pola pernafasan tidak efektif.
- Intervensi Keperawatan
a. Penurunan curah jantung b/d
malformasi jantung
Tujuan
: Klien
menunjukkan tanda vital dalam batas yang normal yang ditandai dengan: disritmia
terkontrol, tidak sesak, bebas dari gagal jantung.
Intervensi
:
1) Observasi kualitas dan kekuatan
denyut jantung, nadi perifer, warna dan kehangatan kulit.
Rasional : Penurunan curah jantung
dapat menunjukan menurunnya nadi perifer. Pucat menunjukan menurunnya perfusi
perifer sekunder terhadap tidak adekuatnya curah jantung.
2) Tegakkan derajat sianosis
(sirkumoral, membrane mukosa, clubbing).
Rasional : Sianosis
dapat terjadi sebagai refraktori GJK. Area yang sakit sering berwarnabiru atau
belang karena peningkatan kongesti vena.
3) Monitor tanda-tanda CHF (gelisah,
tachikardia, tachipnea, sesak, lelah saat minum susu, periorbital edema,
oliguria)
Rasional : Tanda-tanda
CHF merupakan indikator penilaian terhadap adanya gagal jantung dan untuk
menentukan intervensi selanjutnya.
4) Berkolaborasi dalam pemberian
digoxin order, dengan menggunakan teknik pencegahan bahaya toksisitas.
Rasional : Insiden
toksisitas tinggi (20%) karena sempitnya batas antara rentang terapeutik dan
toksik. Digoxin harus dihentikan pada adanya kadar obat toksik, frekuensi
jantung lambat.
5) Berikan pengobatan untuk menurunkan
after load.
Rasional : Obat
digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan
menurunkan kongesti.
6) Berikan diuretika sesuai indikasi.
Rasional : Tipe
dan dosis diuretic tergantung pada gagal jantung. Penurunan pre load paling
banyak digunakan dalam mengobati pasien dengan curah jantung relative normal
ditambah dengan gejala kongesti.
b. Gangguan pertukaran gas b/d kongesti
pulmonal
Tujuan : Klien
dapat menunjukan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat pada jaringan serta
tidak adanya peningkatan resistensi pembuluh paru, yang ditandai dengan klien
bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi :
1) Monitor kualitas dan irama
pernapasan.
Rasional : Jalan
napas yang kolaps dapat menurunkan jumlah alveoli yang berfungsi, secara negative
mempengaruhi pertujaran gas.
2) Berikan posisi semi fowler pada
anak.
Rasional : Menurunkan
konsumsi atau kebutuhan oksigendan mempermudah pernapasan yang meningkatkan
kenyamanan fisiologi dan psikologi.
3) Anjurkan kepada klien untuk
istirahat yang cukup.
Rasional : Istirahat
akan membantu respon klien terhadap aktivitas dan kemampuan berpartisipasi
dalam perawatan.
4) Anjurkan klien untuk batuk efektif,
napas dalam.
Rasional : Membersihkan
jalan napas dan memudahkan aliran oksigen.
5) Berikan oksigen jika ada indikasi.
Rasional : Meningkatkan
konsentrasi oksigen alveolar, yang dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksemia
jaringan.
6) Berikan obat diuretika seperti
lasix.
Rasional : Menurunkan
kongesti alveolar, meningkatkan pertukaran gas.
c. Intoleran aktifitas b/d kelemahan
Tujuan : Klien dapat
mempertahankan aktivitas yang adekuat dan anak akan berpartisipasi dalam
aktivitas yang dilakukan oleh anak seusianya, yang ditandai dengan menurunkan
kelemahan dan kelelahan serta tanda vital dalam batas normal selama
beraktivitas.
Intervensi :
1) Periksa tanda vital sebelum dan
selama aktivitas, terutama bila pasien menggunakan vasodilator atau diuretik.
Rasional : Tanda-tanda
vital dapat berubah setelah melakukan suatu aktivitas efek akibat obat
(vasodilatasi), perpindahan cairan (diuretik) dapat mempengaruhi fungsi
jantung.
2) Ijinkan anak untuk beristirahat, dan
hindarkan gangguan pada saat tidur.
Rasional : Dengan
memenuhi istirahat tidur dapat menghemat energi dan membantu keseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
3) Anjurkan untuk melakukan
permainan dan aktivitas ringan.
Rasional : Dengan
permainan dan aktivitas ringan dapat mencegah kerja jantung secara tiba-tiba.
4) Berikan periode istirahat setelah
melakukan aktivitas.
Rasional : Memenuhi
kebutuhan aktivitas atau permainan anak tanpa mempengaruhi stress miokard atau
kebutuhan oksigen yang berlebihan.
5) Hindarkan suhu lingkungan yang
terlalu panas atau dingin.
Rasional : Suhu
lingkungan yang panas atau dingin dapat mengganggu rasa aman nyaman anak
sehingga ia sering malas untuk beraktivitas.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Defek Septum Atrium (ASD, Atrial Septal Defect) adalah suatu lubang pada
dinding (septum) yang memisahkan jantung bagian atas (atrium kiri dan atrium
kanan). Kelainan jantung ini mirip seperti VSD, tetapi letak kebocoran di
septum antara serambi kiri dan kanan. Kelainan ini menimbulkan keluhan yang
lebih ringan dibanding VSD.
Seluruh penderita dengan ASD harus menjalani tindakan penutupan pada defek
tersebut, karena ASD tidak dapat menutup secara spontan, dan bila tidak ditutup
akan menimbulkan berbagai penyulit di masa dewasa. Namun kapan terapi dan
tindakan perlu dilakukan sangat tergantung pada besar kecilnya aliran darah dan
ada tidaknya gagal jantung kongestif, peningkatan tekanan pembuluh darah paru
(hipertensi pulmonal) serta penyulit lain.
VSD
merupakan kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu 33% dari
seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantoro, 2003). Penelitian lain mengemukakan
bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000
kelahiran. VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari Tetralogy
of Fallot dan Transposisi Arteri Besar. VSD, bersama dengan penyakit vascular
pulmonal dan sianosis sering disebut sebagai sindroma Eisenmenger.
Jantung
tersusun atas lapisan-lapisan: perikardium, miokardium, endokardium. Dibungkus
oleh lapisan pericardium parietalis dan viseralis. Perikardium viseralis
menempel pada miokardium. Di antara perikardium viseralis dan
parietalis terdapat cairan perikardium.
Jantung
merupakan suatu ruang tertutup yang berisi cairan darah. Di dalamnya
terbagi-bagi/tersekat-sekat menjadi empat ruang jantung, yaitu
serambi (atrium) kanan, serambi kiri, bilik (ventrikel) kanan dan ventrikel kiri. Serambi
kanan dan kiri dipisahkan oleh sekat atrium, ventrikel kanan dan kiri
dipisahkan oleh sekat ventrikel. Antara serambi dan ventrikel dihubungkan
sekaligus dipisahkan oleh katup atrioventrikular yang berfungsi seperti pintu.
Katup atrioventrikular yang memisahkan sekaligus menghubungkan serambi dan
bilik kanan namanya katup trikuspid, yang memisahkan sekaligus menghubungkan
serambi dan bilik kiri adalah katup mitral.
Defek
septum ventrikel (VSD/Ventricular Septal Defect) adalah suatu lubang pada septum
ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian bawah
(memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan).
Defek
septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat intraventrikuler
sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat
atau tidak sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan
dalam hal ini. Defek septum ventrikel adalah jelas lebih sering pada bayi
premature dan pada mereka yang berat badan lahir rendah, dengan laporan insiden
setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature hidup (Fyler, 1996).
B.
Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan
jantung ASD/ VSD Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk
menanganinya secara efektif dan efisien .
Mahasiswa kesehatan sebaiknya memahami dan mnegetahui konsep. Atrium septum
defek dan askep nya guna unttuk mengaplikasikan
dalam memberikan pelayanan kepada pasien.
Perawat memiliki pengetahuan tentang ASD/ VSD
untuk dapat mempengaruhi orang tua dalam menjalani pengobatan untuk sehingga
penyakit lebih berat dapat dihindari .
DAFTAR
PUSTAKA
http://yuliasafwati.blogspot.sg/2013/05/makalah-asd.html
Carpenito (2000). Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik
Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC,
Jakarta
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Herdman, T. Heather. 2012. Buku NANDA Internasional Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Nurafif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
diagnosa Medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta : Mediaction.
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
_________http://ASKEP / Asuhan Keperawatan Pada vsd /
Ventricular Septal Defect / IMA . Diakses pada tanggal 13 mei 2014 pukul 19.00
Aziz Alimul. (2006). Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak. Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika
Cecily & Linda. 2009. Buku Saku
Keperawatan Pediatrik. Edisi 5. Jakarta: EGC.
Hidayat,Aziz Alimul A. 2008. Pengantar
Ilmu Keperawatan Anak. Cetakan Ketiga. Jakarta: Salemba Medika